LGNEWS BANDARLAMPUNG –Terungkapnya praktik diskriminasi pemberian beasiswa oleh Disdikbud Lampung kepada 30 anak didik SMA Kebangsaan sejak tahun anggaran 2017 hingga 2022 ditengarai sarat kepentingan dan dugaan terjadinya perbuatan melanggar hukum. Karenanya, elemen masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Minat Baca Indonesia (KMBI) Provinsi Lampung meminta aparat penegak hukum (APH) untuk menelisik skandal bagi-bagi uang rakyat mengatasnamakan beasiswa tersebut.
“Menurut telaahan kami, banyak ketentuan perundang-undangan yang secara nyata dilanggar dalam masalah diskriminasi pemberian beasiswa selama lima tahun berturut-turut hanya kepada SMA Kebangsaan ini. Karenanya, kami menilai, sangat layak bila aparat penegak hukum (APH) baik dari Kejati atau Polda Lampung, melakukan penyelidikan,” kata Ketua KMBI Provinsi Lampung, Gunawan Handoko, melalui telepon, Kamis (17/8/2023) siang.
Dikatakan, salah satu ketentuan yang dilanggar oleh Disdikbud Lampung dalam masalah ini adalah Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pada pasal 7 huruf f dinyatakan, semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika antara lain menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara.
Melalui satu ketentuan aturan ini saja, lanjut Gunawan Handoko, secara nyata praktik diskriminasi dalam pemberian dana hibah beasiswa dari APBD Provinsi Lampung sejak tahun anggaran 2017 hingga 2022 oleh Disdikbud hanya kepada SMA Kebangsaan, tampak terjadinya pelanggaran.
“Pada tahun anggaran 2022, dana APBD yang dikucurkan Disdikbud Lampung ke SMA Kebangsaan untuk beasiswa mencapai Rp 3.735.000.000. Setiap siswa dari 30 anak didik menerima Rp 3.000.000 perbulan atau Rp 36.000.000 pertahun. Bila dikalkulasikan, dana beasiswa yang digunakan mencapai Rp 1.080.000.000. Berarti masih ada dana tersisa sebesar Rp 2.655.000.000. Pertanyaannya, dana tersebut digunakan untuk apa dan oleh siapa, hal semacam ini yang semestinya menggerakkan APH untuk turun tangan,” tutur Gunawan Handoko, panjang lebar.
Menurut dia, adanya dugaan penggunaan sisa dana Rp 2.655.000 tidak sesuai peruntukannya itu bisa menjadi pintu masuk untuk melakukan penyelidikan. Karena dana yang dianggarkan untuk beasiswa maka tidak boleh dipergunakan untuk hal-hal lain.
Dikatakan, sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 34 Tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, pada pasal 6 ayat (5) dinyatakan, bahwa seleksi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa pada tingkat provinsi dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi.
“Faktanya tidak demikian. Daftar nama penerima beasiswa sepenuhnya diajukan pihak SMA Kebangsaan tanpa Disdikbud melakukan verifikasi. Ironisnya, saat ada tiga dari 30 siswa penerima manfaat tidak lagi berstatus pelajar pada sekolah tersebut, Disdikbud tidak tahu-menahu. Pihak SMA Kebangsaan pun tidak melaporkan. Ditambah LPJ penggunaan uang rakyat Lampung sebagai beasiswa hanya melalui lisan. Indikasi adanya permainan memanfaatkan dana beasiswa untuk hal-hal lain di luar peruntukannya ini terungkap setelah BPK RI Perwakilan Lampung melakukan uji petik di lapangan,” Gunawan Handoko menguraikan.
Dikatakan, sesuai Perjanjian Kerja Sama nomor 074.3/SPK/SMA-KBS/2022 dan nomor 420/123/V.01/DP.2/2022, pada pasal 5 Hak dan Kewajiban Para Pihak pada ayat (2) dinyatakan, pihak Yayasan IC (pengelola SMA Kebangsaan, red) wajib menyampaikan kepada Disdikbud Lampung beberapa hal. Diantaranya peruntukan biaya pendidikan, indeks tetap kebutuhan biaya bagi peserta didik penerima manfaat dalam setiap bulannya, data peserta didik calon penerima manfaat dan mutasi atau pemberhentian peserta didik penerima manfaat.
“Yang menjadi permasalahan adalah siswa penerima beasiswa pada SMA Kebangsaan tidak dapat dipastikan telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan dan skala prioritas. Dan yang sangat menyakitkan, akibat praktik diskriminatif Disdikbud ini, ratusan siswa tidak mampu pada SMA/SMK lainnya yang lebih prioritas berpotensi, tidak mendapatkan beasiswa secara memadai,” ungkap tokoh senior di Lampung ini.
Ditambahkan, memang Pemprov Lampung melalui Disdikbud berusaha melakukan “penyeimbangan” dalam hal pemberian beasiswa bagi murid SMA/SMK lain yang tidak mampu. Namun, anggaran dari BOSDA itu sangat tidak seimbang dengan yang diberikan kepada siswa SMA Kebangsaan.
“Siswa tidak mampu berprestasi pada SMA lain melalui sekolahnya menerima beasiswa Rp 1.000.000 perbulan dan untuk siswa SMK Rp 1.560.000. Bandingkan dengan anak murid SMA Kebangsaan yang setiap bulannya mendapat beasiswa Rp 3.000.000,” kata Gunawan.
Ia meyakini, jika APH mau menelisik skandal diskriminasi pemberian beasiswa oleh Disdikbud Lampung selama lima tahun anggaran berturut-turut ini, dipastikan akan ditemukan indikasi terjadinya perbuatan melanggar hukum yang menjurus ke arah praktik KKN.
Ketua KMBI Provinsi Lampung ini dengan tegas meyakini hanya APH yang mampu mengurai persoalan tersebut.
“Kalau kita berharap kepada Inspektorat apalagi anggota Dewan untuk mengambil langkah-langkah sesuai tupoksi mereka, tampaknya sia-sia saja. Nyatanya praktik diskriminasi ini telah berjalan selama lima tahun anggaran dan tidak ada tindakan sama sekali,” tuturnya.
Ia sepakat dengan pernyataan Ketua Komunitas Ide Kreatif-Inovatif untuk Kemajuan Daerah (KIKI-KEDAH) Lampung, Helman S, dan Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi dan Hukum (MPDH) Lampung, Jupri Karim, yang menilai dalam masalah diskriminasi pemberian beasiswa ini, para wakil rakyat di DPRD Lampung, mandul.
“Maka menurut saya, kita sebagai warga masyarakat Lampung tidak perlu banyak berharap kepada anggota Dewan, meski itu untuk kepentingan masyarakat,” ujar Gunawan Handoko.
Bagaimana semestinya pemberian beasiswa bagi anak didik SMA/SMK yang dilakukan Disdikbud Lampung?
“Untuk memenuhi azas keadilan, semestinya Disdikbud dalam memberikan beasiswa dilakukan secara terbuka bagi semua pelajar SMA/SMK yang ada, baik negeri maupun swasta,” kata Gunawan Handoko, seraya menambahkan, dalam hal pemberian beasiswa, harus tetap berpedoman dengan ketentuan yang ada, antara lain siswa tersebut memiliki prestasi akademik maupun non akademik, berasal dari keluarga yang kurang mampu, aktif dalam organisasi, dan memiliki kriteria khusus pada bidang tertentu.
“Perlu diingat bahwa pemberian beasiswa merupakan salah satu solusi untuk memutus mata rantai kemiskinan. Juga sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul yang ujungnya akan berkontribusi terhadap menurunnya angka kemiskinan, sehingga kemakmuran rakyat bisa terwujud,” urainya.
Ia menilai, kebijakan Disdikbud Lampung dengan hanya memberikan beasiswa kepada SMA Kebangsaan -apalagi lima tahun anggaran berturut-turut- telah berpaling dari kriteria yang ditetapkan dan tidak memenuhi azas keadilan.
“Tanpa diberikan beasiswa atau bantuan lainnya, SMA Kebangsaan akan tetap berjalan, karena pemiliknya orang yang memiliki kemampuan dan menjabat Menteri,” tegasnya.
Terkait dengan langgengnya praktik diskriminatif Disdikbud dalam pemberian beasiswa ini, Gunawan Handoko juga mempertanyakan peran Lembaga Dewan Pendidikan Provinsi Lampung.
Menurut tokoh senior yang kini aktif di Partai Ummat itu, semestinya Dewan Pendidikan tidak hanya diam dan menutup mata terhadap masalah ini.
“Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan melakukan kontrol terhadap kebijakan pendidikan, seharusnya Dewan Pendidikan Provinsi Lampung bersikap dan minta agar Disdikbud dapat memberikan penjelasan kepada publik tentang alasan mengapa pemberian beasiswa hanya kepada SMA Kebangsaan selama lima tahun terakhir,” Gunawan menambahkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, praktik diskriminatif yang dimainkan Disdikbud Lampung dalam hal pemberian beasiswa hanya kepada 30 siswa SMA Kebangsaan ini, terungkap setelah BPK RI Perwakilan Lampung melakukan uji petik lapangan. Ditemukan fakta, jika sejak tahun anggaran 2017 hingga 2022, secara rutin SMA yang didirikan Ketua Umum DPP PAN, Zulkifli Hasan, saat menjadi Menteri Kehutanan tahun 2013 itu, mendapat gelontoran dana beasiswa miliaran rupiah setiap tahunnya. Pada anggaran tahun 2022, jumlahnya mencapai Rp 3.735.000.000. Ditambah proyek pembangunan prasarana sebesar Rp 3,8 miliar. (Ask)