LGNEWS BANDARLAMPUNG —- Langgengnya praktik diskriminatif dalam pemberian dana beasiswa oleh Disdikbud Lampung hanya untuk 30 anak didik SMA Kebangsaan sejak tahun anggaran 2017 hingga 2022, tidak lepas dari peran anggota DPRD Lampung yang tidak menjalankan tugas pengawasannya.Demikian yang disampaikan dua pengamat pemerintahan dan politik di Lampung, Rabu (16/8/2023), melalui telepon.
“Salah satu tugas anggota Dewan yang Terhormat itu kan melakukan pengawasan pada realisasi program dalam APBD. Jika kemudian ada pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan pada realisasinya bahkan terjadi praktik diskriminatif dan mereka hanya diam, menunjukkan bila anggota DPRD memang tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya. Tentu saja, hal ini patut kita sayangkan,” kata Ketua Komunitas Ide Kreatif-Inovatif untuk Kemajuan Daerah (KIKI-KEDAH) Provinsi Lampung, Helman.
“Terungkapnya praktik diskriminatif pemberian beasiswa bagi anak didik sekolah menengah atas hanya untuk murid SMA Kebangsaan selama lima tahun anggaran APBD Provinsi Lampung oleh BPK RI Perwakilan Lampung adalah fakta bila para wakil rakyat di DPRD Lampung, mandul. Dan mandulnya pengawasan Dewan ini merupakan salah satu faktor praktik diskriminatif dalam penggunaan uang negara itu terjadi,” ujar Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi dan Hukum (MPDH) Provinsi Lampung, Jupri Karim.
Berkaitan dengan temuan BPK RI Perwakilan Lampung yang mengungkap adanya praktik diskriminasi pemberian dana hibah beasiswa dari APBD Provinsi Lampung yang dikelola Disdikbud kepada SMA Kebangsaan, media ini telah beberapa kali meminta komentar anggota DPRD Lampung khususnya dari Komisi V sebagai mitra kerja Disdikbud Lampung. Namun, baik Yanuar Irawan selaku ketua komisi, maupun Mikdar Ilyas, Amaluddin, dan Jauharoh Hadad sebagai anggota Komisi V, sampai berita ini diturunkan tidak berkenan memberikan tanggapan.
Menurut Helman, tidak responsifnya para wakil rakyat terkait adanya diskriminasi pemberian beasiswa ini selain menunjukkan ketidakpedulian mereka kepada nasib anak didik dari kalangan kurang mampu, juga adanya faktor “keseganan” kepada Kepala Disdikbud Lampung, Sulpakar.
“Semua orang di Lampung tahu bagaimana kuatnya jaringan Sulpakar, termasuk ke pemerintah pusat. Karena itu, anggota DPRD akhirnya memilih ngamanin badan ketimbang mengkritisi hal-hal yang jelas melanggar aturan dan merugikan ratusan anak didik dari keluarga miskin. Yang kita sesalkan, para wakil rakyat rela tidak menjalankan tugas pengawasan yang diamanatkan undang-undang hanya karena tidak ingin dianggap berbenturan dengan jajaran pimpinan Disdikbud Lampung,” lanjut Helman.
Alumni Magister Ilmu Pemerintahan Fisip Unila itu meminta kepada masyarakat untuk mencermati kinerja para wakilnya selama lima tahun ini.
“Tahun depan kan pemilihan anggota legislatif, jangan dipilih lagi anggota Dewan yang selama ini tidak menjalankan tugasnya dengan maksimal. Karena kalau mereka terpilih lagi, kepentingan rakyat kecil tetap akan diabaikan,” urainya lagi.
Di mata Jupri Karim, melenggangnya praktik diskriminasi pemberian beasiswa oleh Disdikbud hanya kepada 30 murid SMA Kebangsaan selama ini karena anggota Komisi V memang tidak menjalankan tugas pengawasan.
“Jadi dalam hal ini, bukan hanya Inspektorat yang mandul, tapi juga wakil rakyat khususnya yang ada di Komisi V,” kata Jupri Karim.
Baik Helman maupun Jupri mengaku pesimis DPRD Lampung akan melakukan evaluasi atas masalah ini dengan memanggil Kepala Disdikbud Lampung dan jajarannya untuk rapat dengar pendapat.
“Sebaiknya memang aparat penegak hukum apakah itu Kejati atau Polda yang turun menyelidiki hal ini. Apalagi ada dugaan terjadi penyimpangan dalam penggunaan anggarannya,” ucap Helman.
Seperti diberitakan sebelumnya, terkait masalah ini Kepala Inspektorat Lampung, Fredy SM, menjanjikan pihaknya ke depan akan memelototi atau mengawasi agar dalam penganggaran dan belanja beasiswa, Disdikbud Lampung memedomani ketentuan yang berlaku dengan mempertimbangkan skala prioritas dan azas keadilan.
Pernyataan Fredy itu dinilai Jupri Karim adalah cara ia menyelamatkan institusi yang dipimpinnya.
“Mengapa janji mengawasinya ke depan. Lima tahun anggaran selama ini apa kerja Inspektorat,” kata Jupri Karim.
Pernyataan Fredy SM juga mendapat tanggapan dari Ketua LSM GEPAK (Gerakan Pembangunan Anti Korupsi), Wahyudi.
Menurut Wahyudi, pernyataan pimpinan tertinggi Inspektorat Lampung itu justru membuka fakta, bila selama lima tahun terakhir institusi penegak aturan pada OPD di lingkungan Pemprov Lampung tersebut, benar-benar mandul.
“Bahkan bisa diduga dalam praktik pemberian beasiswa lima tahun berturut-turut kepada SMA Kebangsaan sejak anggaran tahun 2017 sampai 2022 memang diketahui oleh Inspektorat dan mereka menutup mata,” kata Wahyudi, beberapa waktu lalu.
Mestinya, lanjut dia, sesuai tupoksinya, Inspektorat menjadi garda terdepan dalam penegakan aturan tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel serta tidak mentolerir adanya pelanggaran.
“Namun buktinya kan tidak. Praktik diskriminasi pemberian beasiswa oleh Disdikbud hanya kepada satu sekolah dengan jumlah miliaran rupiah pertahun, tanpa LPJ yang jelas, tidak pernah dilakukan pemeriksaan sehingga ada perbaikan. Malah cuma menjanjikan ke depannya Inspektorat akan serius melototi soal ini. Pernyataan itu kan akal-akalan saja,” lanjut Wahyudi.
Sikap mandul dan lembeknya Inspektorat Lampung pada skandal diskriminasi pemberian beasiswa ini, ditengarai Wahyudi, karena institusi pimpinan Fredy SM tersebut enggan bersentuhan dengan SMA Kebangsaan yang diketahui pendirinya adalah Ketua Umum DPP PAN, Zulkifli Hasan.
Sekolah yang dilengkapi dengan berbagai sarana mewah dengan kurikulum layaknya SMA Taruna itu, berdiri di atas lahan 15 Ha dan berlokasi di Desa Pisang, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan.
Karena menilai selama ini Inspektorat Lampung mandul dalam tugas penegakan aturan, Wahyudi meminta Kejati Lampung untuk memeriksa skandal diskriminasi pemberian beasiswa oleh Disdikbud Lampung sejak tahun anggaran 2017 hingga 2022 ini.
“Kami sudah memiliki dua alat bukti untuk disampaikan ke Kejati Lampung. Sebagai bagian dari rakyat Lampung, kami mengharapkan Kejati berkenan melakukan pemeriksaan. Sehingga semua yang terindikasi pelanggaran hukum dan dugaan tindak pidana korupsi pada kasus ini, bisa diungkap terang benderang,” urainya.
Seperti diketahui, BPK RI Perwakilan Lampung menemukan fakta melalui uji petik lapangan, ada tiga dari 30 anak didik penerima beasiswa yang bukan lagi pelajar pada SMA Kebangsaan pada anggaran tahun 2022. Karenanya, direkomendasikan agar sekolah yang didirikan pada 12 April 2013 itu, mengembalikan kelebihan pemberian beasiswa sebesar Rp 156.000.000. Tercatat pada tahun 2022 telah digelontorkan dana beasiswa sebesar Rp 3.735.000.000.
Bila benar penggunaan dana sebanyak itu untuk beasiswa, maka terdapat selisih relatif besar. Diketahui, setiap siswa menerima Rp 3.000.000 perbulan atau Rp 36.000.000 pertahun. Jika dikalkulasikan dalam satu tahun pelajaran, maka beasiswa yang dibutuhkan hanya Rp 1.080.000.000.
Dengan dikucurkannya dana beasiswa Rp 3.735.000.000 pada anggaran 2022, berarti masih ada kelebihan dana sebanyak Rp 2.655.000.000. Hal inilah yang masih menjadi misteri.
Apalagi, berdasarkan temuan BPK, selama lima tahun berturut-turut mendapat kucuran dana beasiswa dari Disdikbud Lampung, pihak SMA Kebangsaan hanya memberikan LPJ secara lisan. Dan hal ini diakui kebenarannya oleh Kabid Pembinaan SMA Disdikbud Lampung, Diona Khatarina. (Ask)