Fatoni menambahkan, di sisi lain pengukuran IPKD dilakukan juga sebagai upaya untuk mengatasi sejumlah persoalan terkait tata kelola keuangan daerah. Menurutnya selama ini berbagai permasalahan pengelolaan keuangan kerap dijumpai di daerah, seperti penyalahgunaan dana APBD, bantuan sosial dan hibah yang belum sepenuhnya tepat sasaran, persoalan pengadaan barang dan jasa, serta rendahnya kualitas pelayanan publik. Di samping itu, masalah lainnya yang sering terjadi yakni masih ditemukannya oknum pejabat dan aparat daerah yang belum terbebas dari praktik korupsi. “Karenanya, pemerintah daerah perlu mengimplementasikan pengukuran IPKD di daerahnya. Hal ini guna mendorong peningkatan kualitas kinerja tata kelola keuangan daerah,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Badan Litbang juga menyampaikan untuk memudahkan pengukuran IPKD, Kemendagri telah membuat sistem aplikasi yang _user friendly_. Hal itu dilakukan agar proses penginputan dokumen yang dipersyaratkan ke dalam aplikasi pengukuran IPKD dapat dilaksanakan lebih efektif, mudah, dan otomatis. Selain itu, dirinya menambahkan pengukuran IPKD dilakukan berdasarkan tiga kategori kemampuan keuangan daerah, yakni kemampuan keuangan daerah tinggi, sedang, dan rendah. Hasil pengukuran IPKD tersebut akan ditetapkan satu daerah provinsi, satu daerah kabupaten dan satu daerah kota dengan predikat terbaik secara nasional berdasarkan masing-masing kategori kemampuan keuangan daerah tersebut. “Masing-masing daerah terbaik secara nasional akan diberikan penghargaan oleh Menteri Dalam Negeri dan menjadi dasar pemberian insentif sesuai peraturan perundang-undangan,“ imbuh Fatoni.