LGNEWS BANDARLAMPUNG –– Kucuran dana bantuan operasional sekolah (BOS), tampaknya memang sudah menjadi ajang bancaan bagi para pihak terkait.
Mulai dari pimpinan sekolah, oknum pada dinas terkait, hingga oknum tim pengawasnya.
Itu pulalah yang terjadi pada gelontoran dana BOS tahun anggaran 2022 bagi SMA dan SMK di Lampung yang dikelola Disdikbud. Yang sangat memprihatinkan, justru tim pengawas internal yang semestinya meluruskan penggunaan dana BOS agar sesuai ketentuan, ditengarai malah turut menikmatinya. Jumlah dana BOS yang didapatkan pun lumayan besar. Hanya dari 20 sekolah yang menerima dana BOS saja, mereka mengantongi uang sekitar Rp 41.565.000.
Adanya upeti bagi tim pengawas internal ini terungkap dalam LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemprov Lampung Tahun 2022 yang dirilis 6 Mei silam.
Pada LHP yang ditandatangani Yusnadewi selaku penanggungjawab pemeriksaan itu dibeberkan, berdasarkan uji petik pada 12 SMA dan satu SMK di Lampung, diketahui adanya dana BOS digunakan sebagai uang kontribusi.
Ironisnya, Ketua/Bendahara MKKS yang mengkoordinir upeti tersebut. Kemudian diberikan kepada oknum tim pengawas internal dari Pemprov Lampung yang melakukan pemeriksaan dan pemantauan penggunaan dana BOS. Baik berupa uang tunai ataupun cinderamata.
Dari uji petik BPK pada 20 sekolah yang tersebar pada 5 kabupaten di Lampung, praktik kongkalikong ini berlangsung dengan tersistem akibat ikut bermainnya Ketua/Bendahara MKKS.
Dari 13 sekolah di Kabupaten Pesisir Barat misalnya, oknum tim pengawas internal menikmati dana BOS sebesar Rp 23.000.000, yang terdiri dari apa yang disebut sebagai dana kontribusi pemeriksaan sebanyak Rp 15.000.000, dan dana kontribusi tindaklanjut sebesar Rp 8.000.000.
Sementara dari dua sekolah di Kabupaten Way Kanan, tim pengawas internal dari Pemprov Lampung itu mendapat kucuran uang yang berasal dari dana BOS sebesar Rp 3.585.000. Upeti tersebut dari dana kontribusi pemeriksaan sebanyak Rp 3.085.000, dan Rp 500.000 lainnya sebagai dana kontribusi tindaklanjut.
Praktik turut menikmati dana BOS juga dimainkan pada dua sekolah menengah atas di Kabupaten Pesawaran. Dari upeti yang dikemas dalam kalimat dana kontribusi pemeriksaan, tim pengawas internal mendapat Rp 5.945.000, ditambah Rp 3.414.500 sebagai dana kontribusi tindaklanjut. Sehingga dana BOS yang “dimakan” tim pengawas internal sebesar Rp 9.359.500.
Di Kabupaten Pringsewu dari satu sekolah yang diuji petik oleh BPK, diketahui dana BOS yang diberikan kepada tim pengawas internal sebesar Rp 2.500.000. Sedangkan di Kabupaten Tulangbawang dari dua sekolah, tim mendapat bagian dana BOS Rp 3.211.500.
Dari 20 SMA/SMK yang diuji petik oleh BPK atas pertanggungjawaban dana BOS, diketahui oknum tim pengawas internal telah “memakan” uang bagi kepentingan kemajuan dunia pendidikan itu minimal sebesar Rp 41.656.000, dengan kemasan istilah dana kontribusi pemeriksaan sebanyak Rp 31.804.000 dan dana kontribusi tindaklanjut Rp 12.852.000.
Lalu siapa saja oknum tim pengawas internal penggunaan dana BOS untuk SMA/SMK di Lampung pada anggaran tahun 2022 yang justru kecipratan dana BOS tersebut? Sulit melacak nama dan asal instansinya. Meski bisa dipastikan tim pengawas internal ini banyak melibatkan pejabat di lingkungan Disdikbud Lampung.
Yang jelas, guna merealisasikan penyaluran dana BOS sebesar Rp 310.491.710.000 itu, Pemprov Lampung telah membentuk Tim Bos Tahun 2022.
Gubernur Arinal Djunaidi mengeluarkan surat keputusan bernomor: G/85/V.01/HK/2022 tanggal 31 Januari 2022, dimana menetapkan Sekdaprov Fahrizal Darminto sebagai Ketua Penanggung Jawab Tim Bos Reguler.
Menurut SK Gubernur tersebut, salah satu tugas tim yang diketuai Sekdaprov Fahrizal Darminto adalah melakukan pembinaan dan pemantauan program BOS Reguler pada SMA, SMK, SDLB, SMPLB, SMALB, dan SLB dalam perencanaan, pengelolaan dan pelaporannya. Juga memantau pelaporan pertanggungjawaban dan monitoring atas pelaksanaan program BOS.
Terkait dengan adanya oknum tim pengawas internal yang mendapat upeti dari dana BOS itu, BPK merekomendasikan kepada Gubernur Arinal agar memerintahkan Inspektur Fredy SM memproses oknum tim pengawas internal yang telah terindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp 41.656.000 dengan menyetorkannya kepada kas daerah.
Tidak hanya itu. BPK juga merekomendasikan agar Gubernur melalui Inspektorat Lampung memberikan sanksi sesuai kode etik dan disiplin pegawai terhadap oknum tim pengawas internal yang terkait kasus “makan” dana BOS ini.
Sudahkah Inspektur Fredy SM menindaklanjuti rekomendasi BPK dan menugaskan jajarannya melakukan pemeriksaan serta menjatuhkan sanksi kepada oknum tim pengawas internal penggunaan dana BOS “nakal” yang diketuai Sekdaprov Fahrizal Darminto itu? Sayangnya, Fredy SM belum memberikan keterangan. (ask)