LGNEWS LAMPUNG — Menyambut hut bhayangkara ke-77 yang diperingati setiap 1 juli tiap tahunnya berdasarkan momentum turunnya penetapan pemerintah nomor 11 tahun 1946,tahun ini Polri tepat sudah 77 tahun dengan mengusung tema dari lahirnya bhayangkara kali ini adalah Polri presisi untuk negeri,namun apakah instansi yang sangat dekat dengan rakyat sipil ini, hari ini sudah presisi sesuai dengan slogannya?,dalam menangani setiap permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat terkhususnya Provinsi Lampung,
Jika kita melihat data tingkat kriminalitas yang ada di Lampung, Kota Bandar Lampung menjadi tempat yang memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi disusul oleh Kabupaten Lampung Utara,Kabupaten Lampung Tengah,Kabupaten Tulang Bawang,Kabupaten Lampung Selatan,Kabupaten Tanggamus,Kabupaten Way Kanan,Kota Metro,Kabupaten Lampung Timur,Kabupaten Pesawaran,Kabupaten Mesuji,Kabupaten Lampung Barat,Kabupaten Pringsewu,Tulang Bawang Barat dan Pesisir Barat artinya masih banyak yang perlu dimaksimalkan kinerja dari instansi Kepolisian daerah Lampung dalam menekan angka kriminalitas di Provinsi Lampung
Bukan hanya itu yang menjadi pembahasan penulis dalam tulisan ini,beberapa waktu lalu tingkat kepercayaan publik menurun begitu drastis kepada Kepolisian Republik Indonesia,karena beberapa tahun kebelakang ini banyak sekali kasus yang melibatkan oknum-oknum pejabat Kepolisian puncaknya terjadi pada tragedi kanjuruhan yang menelan ratusan korban jiwa,pembunuhan berencana Ferdy Sambo,korupsi,suap hingga kasus penyelewengan barang bukti narkoba jenis sabu yang dilakukan ex Irjen Tedy Minahasa penurunan public trust ini dibuktikan dengan data survei dari LSI bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Kepolisian anjlok 17% menjadi 53%,
Bukan hanya dari oknum-oknum pejabat Kepolisian yang terkena kasus,jauh dibawah sana masih banyak sekali oknum-oknum polisi nakal yang masih belum bisa menerapkan selogan presisi untuk negeri yang selalu digaungkan oleh Kepolisian Republik Indonesia ini dibuktikan dengan masih maraknya pungli,penyalahgunaan kekuasaan,hingga kasus-kasus lainnya yang jarang sekali terendus oleh media ataupun terekspos oleh masyarakat luas,menurut analisis penulis masih banyak sekali sistem yang perlu dibenahi dalam tubuh Polri khusus nya pada sistem penerimaan dan masa pendidikan Kepolisian tamtama ataupun bintara khususnya salah satunya transparansi dalam penerimaan casis tamtama dan bintara dan juga masa pendidikan tamtama dan bintara karena dalam waktu 5 dan 7 bulan saja masih kurang efektif dalam mencetak anggota-anggota Kepolisian yang benar-benar memiliki PRESISI (PREdiktif, responSIbilitas, dan transparanSI berkeadilan) serta integritas dan juga kredibiltas
Penekanan-penekanan paham akan tugas pokok dan fungsi nya juga harus lebih diperdalam lagi sehingga kedepannya dapat menjalankan tugas dengan baik dan matang dilapangan ketika para lulusan tamtama dan juga bintara ini menjalankan tugasnya,bukan hanya menjalankan tugasnya dilapangan namun mampu menjaga nama baik instansi Polri saat berbaur dengan masyarakat karena mereka ini lah yang nantinya benar-benar berada ditengah masyarakat mengayomi serta melindungi sebagaimana tupoksi nya sebagai Kepolisian Republik Indonesia,karena kita sebagai masyarakat sipil yang hidup di era industri 5.0 dengan segala percepatan dan perkembangan zaman ini benar-benar membutuhkan sosok kepolisian yang dapat dijadikan patron di tengah-tengah masyarakat,tempat masyarakat mengadu,tempat masyarakat meminta bantuan,tempat masyarakat berlindung dari segala macam ancaman kriminalitas diluar sana,jadi mari bersama-sama kita patahkan satire bahwa polisi yang jujur itu cuman ada 3 di Indonesia yaitu polisi tidur,patung polisi,dan juga polisi Hoegeng,kita masyarakat sipil yang hidup di era sekarang ini sangat merindukan dan membutuhkan sosok Hoegeng-Hoegeng selanjutnya yang membersamai dan mengayomi disetiap lapisan dan juga elemen masyarakat,artinya reformasi kultural Polri masih belum berjalan maksimal,karena dari beberapa contoh yang penulis sampaikan diatas reformasi kultural Polri tergambar staganan tidak banyak perubahan yang signifikan bahkan cenderung mundur.kedepannya Polri harus memiliki sikap profesional,humanis dan menghormati HAM,Untuk mewujudkan kultur polisi sipil yang humanis dan demokratis, ada empat hal yang perlu mendapat perhatian. Pertama, polisi bertindak sebagai agens public yang memiliki karakter institusi responsif untuk menunjukkan polisi lebih humanis dalam pelayanan kepada masyarakat.Kedua, Polri harus menjadi public servant(pelayanan publik), bukan penguasa. Ketiga, dalam bertindak harus mengedepankan dimensi moralitas.Keempat, mampu menafsirkan ketentuan perundang-undangan dengan mengoherensikan implementasi ketentuan perundangan dengan pemenuhan nilai-nilai keadilan substansial demi memajukan harkat dan martabat manusia,untuk mewujudkan reformasi kultral bisa dilakukan penguatan etika dan integritas Polri,selain penguatan etika dan integritas Polri, hal yang urgen dilakukan adalah penguatan peran pengawasan yang dilakukan oleh inspektorat pengawasan, pengawasan pimpinan Polri dan pengawasan eksternal. Transformasi pengawasan ini dilakukan dengan cara penguatan peran pimpinan dalam mengawasi setiap kegiatan anggota, baik secara langsung maupun tidak langsung. satu hal lagi yang penulis tekan didalam tulisan ini Polri harus menjaga independensi nya menjelang pemilu 2024 dan mengawal pesta demokrasi ini dengan sejuk dan damai dalam keberagaman, data terbaru yang penulis himpun dari beberapa sumber per 30 april 2023 public trust terhadap Polri kian meningkat hingga 73,2% artinya dengan angka berikut Polri cukup berhasil mengembalikan citra baiknya ke masyarakat namun bukan untuk berpuas diri justru dengan ini Polri harus terus mempertahankan angka tersebut di angka yang positif,penulis juga cukup mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan Kepolisian daerah Lampung dalam menekan tindak kriminalitas di Provinsi Lampung,serta terus menjaga sinegritas Polri dengan setiap elemen masyarakat yang ada di Provinsi Lampung, Harapan untuk Kepolisian Republik Indonesia di hut nya yang ke-77 ini dapat mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Kepolisian dengan melakukan tindakan-tindakan nyata serta mengedepankan aspek-aspek kerja kemanusian dalam setiap lapisan di tubuh Polri,serta memaksimalkan reformasi kultrural dalam Instansi Polri dari hulu ke hilir,sekian lebih kurangnya dari penulis mohon maaf maju terus Kepolisian Republik Indonesia!
Penulis:Alharits Maulana Afif
BEM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG