Menurutnya, penggunaan KKPD telah diamanatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 79 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan KKPD dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Di samping itu, hal ini juga sebagai perwujudan Bangga Buatan Indonesia (BBI) melalui Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
“Dalam implementasi KKPD, Pemda (pemerintah daerah) diwajibkan menggunakan kartu kredit minimal 40 persen dari uang persediaan (UP) dalam pembayaran pengadaan barang/jasa melalui UP, dengan memprioritaskan produk dalam negeri. Jenis kartu kredit saat ini yang dipergunakan oleh pemerintah daerah berupa KKI yang diterbitkan oleh masing-masing bank penempatan RKUD atau bank kerja sama RKUD (Co-Branding),” ujar Maurits pada acara Sosialisasi Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2023 di Ruang Rapat Kantor Badan Penghubung Provinsi Kepri, Jakarta, Kamis (1/8/2024).
Maurits mengatakan, Pemprov Kepri belum sepenuhnya menerapkan KKPD pada seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Upaya tersebut masih dilakukan secara bertahap dan salah satunya dengan menetapkan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) sebagai pilot project. Di lain sisi, imbuh Maurits, Pemprov Kepri telah menetapkan peraturan kepala daerah (Perkada) tentang implementasi KKPD. Hal ini perlu terus dipacu dengan melakukan percepatan dan perluasan transaksi KKPD lewat berbagai strategi.
“Adapun strategi yang dapat dilakukan antara lain melaksanakan integrasi Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) dengan sistem pembayaran pada Bank Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Kemudian, mendorong Bank RKUD untuk meningkatkan kerja sama dengan para penyedia jasa pembayaran dalam penyediaan kanal dan instrumen pembayaran nontunai. Berikutnya, mendorong seluruh pemerintah daerah menggunakan KKPD dalam transaksi belanja daerah dalam APBD. Selanjutnya, meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, dunia usaha dan pemerintah daerah,” ujar Maurits.
Lebih lanjut, Maurits menyampaikan agar Pemda menggunakan produk dalam negeri. Sebab, upaya ini merupakan salah satu strategi dalam mengendalikan laju inflasi dan membangkitkan sektor usaha dalam negeri, utamanya para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dirinya berharap, Pemda dapat terus mendukung peningkatan dan percepatan penggunaan produk dalam negeri.
Maurits menjelaskan, percepatan tersebut dapat dilakukan dengan menetapkan target penggunaan produk dalam negeri paling sedikit 40 persen nilai anggaran belanja barang/jasa dalam APBD, serta mengutamakan produk UMK dan koperasi dari hasil produk dalam negeri. Kemudian, mengalihkan proses pengadaan secara manual menjadi transaksi melalui katalog elektronik lokal dan toko daring.
“Sesuai dengan arahan Bapak Presiden bahwa dibutuhkan adanya percepatan digitalisasi untuk peningkatan produk dalam negeri serta produk mikro, kecil, dan koperasi. Kementerian/lembaga/pemerintah daerah agar pembelian produk-produk tersebut dapat tayang dalam katalog elektronik maupun pada toko daring,” tutur Maurits.
Selain itu, Maurits juga meminta Pemda untuk melibatkan UMKM dalam mengisi rantai pasok produksi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), misalnya di sektor industri otomotif dan telekomunikasi. Apalagi, imbuh Maurits, dari sisi kualitas dan harga, produk-produk UMKM dalam negeri tidak kalah dengan mancanegara.
“Prioritaskan belanja barang dan modal pada produk dalam negeri. Pastikan semua program bansos disalurkan tepat waktu dan sasarannya juga tepat. Hilirisasi industri, infrastruktur energi terbarukan, hingga ekonomi hijau, jangan kehilangan fokus di bidang ini,” pungkas Maurits