K3PP Tubaba Kutuk Keras Penetapan Tersangka Aktivis Kritis Haris – Fatia

Tulang Bawang Barat, (LGNews.Com) –
Ketua HAM Hukum PD. Muhammadiyah Dan Ketua Kajian Kritis Kebijakan Publik Pembangunan ( K3PP) kabupaten Tulang Bawang Barat provinsi Lampung mengutuk keras atas penetapan tersangka terhadap aktivis kritis Haris – Fatia oleh pihak kepolisian.

Ahmad Basri, Aktivis lulusan universitas Muhammadiyah yogyakarta (UMY) fakultas Ilmu Sosial Dan politik Tahun 1997 itu mengatakan penetapan terhadap
aktivis kritis Haris – Fatia tersebut merupakan sebuah bentuk lahirnya new orde baru otoriterisme – kediktatoran atas penindasan terhadap suara kritis rakyat diwilayah publik,ujarnya pada jum’at (25/3/2022)

“Saya melawan dan menentang segala macam bentuk penindasan penangkapan suara kritis rakyat
Penetapan tersangka kepada dua tokoh aktivis Hak Asasi Manusia Haris Azhar Dan Fatia Maulidiyanti ( Kontras ) oleh Polda Metro Jaya dengan tuduhan pencemaran nama baik Menteri koordinator Kemaritiman dan Investasi ( Menko Merves) Luhut Binsar Pendjaitan,” ujarnya

Menurut Ahmad Basri, Penetapan tersangka oleh pihak kepolisian atas tuduhan pencemaran nama baik menunjukan adanya kemunduran dalam ranah kehidupan demokrasi diwilayah publik. Dan tentu hal sangat tidak sesuai dengan Pasal 28E ayat 3 dalam UUD 45

” Saya tegaskan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat berkumpul dan mengeluarkan pendapat Seharusnya perberbedaan pendapat diwilayah publik atas sebuah pendapat bukannya dikriminalisasi dilaporkan kepada pihak berwajib. Namun harus diuji disanggah secara empiritis berdasarkan data fakta yang dimiliki.” Paparnya

Dia juga menerangkan yang Harus diingat seorang LBP hari ini merupakan seorang penjabat publik yang menduduki jabatan strategi diPemerintahan dengan posisi Menko Marves ( Maritim dan Investasi) Dengan posisi sebagai penjabat publik tentu memiliki resiko untuk dikritik dikritisi

” segala langkah kebijakannya
Itulah resiko sebagai seorang penjabat publik. Apalagi jabatan LBP diPemerintahan hampir semua ada ditangannya melebihi tugas para Menteri lainnya. Tentu memiliki konflik kepentingan karna disisi lainnya dirinya juga merupakan seorang pengusaha,”
ulasnya

Lanjut Ahmad Basri Sesunguhnya dalam kasus Haris Azhar – Fatia Maulidiyanti ( aktivisn HAM) menunjukan adanya ” abuse of power ” yang terjadi. Sehingga secara kelembagaan institusi kepolisian telah tersandera oleh apa yang dilaporkan oleh seorang LBH. Tentu mau tidak mau pihak kepolisian menjadi tidak mandiri untuk tidak menolak apa keinginan dari seorang LBP.

Akan tetapi sebaliknya apa yang terjadi ketika Haris Azhar – Fatia Maulidiyanti melaporkan balik seorang LBP atas gratifikasi bisnis tambang diPapua ke Kepolisian ( Polda Metro Jaya ) langsung ditolak. Seharusnya pelaporan tersebut diterima dahulu secara administratif oleh kepolisian. Sebagaimana LBP melaporkan keduanya kekepolisian (Polda Metro Jaya) langsung ditrima. Dikemudian hari pada akhirnya menjadi tersangka. urainya.

Ahmad basri , mengutarakan Penolakan pihak kepolisian ( Polda Metro Jaya) terhadap laporan Haris Azhat – Fatia tersebut sangat bertentangan dengan semangat UUD 45 Pasal 28D ayat 1 ” Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum “. Dan didalam pasal 27 ayat1 ” Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya

Oleh karna itu penetapan keduanya sebagai tersangka telah mereduksi dan menolak atas laporannya keduanya kepada LBP telah mereduksi kewibawaan lembaga kepolisian sendiri. Pihak kepolisian akhirnya menjadi alat penekan alat politik pada mereka yang sedang berkuasa atas kebebasan diwilayah publik terhadap warga negara. Ini menunjukan lahirnya sebuah otoriterisme baru setelah bersusah payah membangun nilai – nilai semangat reformasi 98 menumbangkan rezim otoriter orde baru yang penuh dengan nuansa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).Tukasnya