LGNEWS BANDARLAMPUNG — Paska terungkapnya kasus penganiayaan di kantor BKD Lampung, Selasa (8/8/2023) malam dua pekan silam, Deni RZ yang saat peristiwa menjabat Kabid Mutasi BKD dan telah mengakui dirinya merupakan pelaku tunggal ketika diperiksa tim Inspektorat, menurut beberapa sumber, ia tidak pernah datang ke kantor sebagaimana layaknya ASN.
Alumni IPDN angkatan XVIII tersebut dinyatakan telah dicopot dari jabatannya selaku Kabid Mutasi BKD Lampung sesuai perintah Gubernur Arinal Djunaidi yang ditindaklanjuti Inspektur Fredy SM, Kamis (10/8/2023).
Menurut sumber media ini di BKD Lampung, hingga hari Jum’at (18/8/2023) lalu, surat keputusan (SK) yang me-non-job-kan Deni RZ, belum ada.
“Setahu saya, SK pencopotan Deni sebagai kabid di BKD, belum ada. Sepertinya, pencopotan dari jabatan itu baru tingkat kebijakan, belum ditindaklanjuti tertulisnya alias masih dalam omongan saja,” kata sumber media ini.
Dijelaskan, sejak peristiwa penganiayaan terhadap lima alumni IPDN angkatan XXX oleh alumni angkatan XXIX yang dikomandoinya, pria yang sejak 2022 menjadi eselon III di BKD Lampung tersebut, tidak pernah muncul ke kantor.
“Sejak kejadian itu sampai hari ini (Jum’at, 18/8/2023), dia tidak pernah ke kantor. Kami tahu, dia manggil para alumni angkatan XXIX yang ikut terlibat kasus itu ketemu di luar kantor,” imbuh sumber.
Untuk apa Deni memanggil para juniornya? “Kita paham sajalah, arahnya minta semua adik leting yang ikut gebukin juniornya waktu itu, nggak ngaku terlibat saat diperiksa polisi. Bener opini selama ini, kalau Deni pasang badan. Sebab memang ada jaminan dari para seniornya kalau dia bakal diurus dan nggak bakalan dipecat dari ASN,” sumber itu menambahkan.
Sikap Deni RZ yang tidak pernah ke kantor setelah di-non-job-kan ini, mendapat tanggapan pengamat pemerintahan dan politik dari KIKI-KEDAH, Helman S.
Ia menilai, seharusnya Inspektorat menegakkan ketentuan yang berlaku bagi ASN tanpa tebang pilih.
Alumni Magister Ilmu Pemerintahan Fisip Unila ini menjelaskan, semua ASN atau PNS mesti taat, patuh, dan melaksanakan aturan sesuai Peraturan Pemerintah nomor: 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Pada PP tersebut, di pasal 11 ada point yang menyatakan; pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerus selama 10 hari kerja. Jadi sudah seharusnya Inspektorat memanggil yang bersangkutan untuk mundur daripada tidak pernah masuk kerja seperti selama ini,” tutur Helman.
Menurut dia, semestinya Gubernur Arinal bertindak tegas terkait kasus pidana di kantor BKD Lampung. Bukan hanya mencopot Deni RZ dari jabatannya, tetapi juga mengganti Kepala BKD, Meiry Harika Sari.
“Adanya kasus pidana di kantor pemerintah yang dilakukan pejabat eselon III seharusnya pejabat eselon II sebagai atasan langsung, juga disanksi. Tindakan tegas Gubernur Arinal sangat berpengaruh bagi citranya selaku pemimpin di Pemprov Lampung,” sambung Ketua Komunitas Ide Kreatif-Inovatif untuk Kemajuan Daerah (KIKI-KEDAH) Lampung ini.
Helman mengaku dirinya mengetahui “gerakan” para senior alumni perguruan tinggi kepramongprajaan yang kini menguasai posisi-posisi penting di lingkaran Gubernur Arinal.
“Mereka para senior berjuang mati-matian agar Meiry tidak dicopot dari jabatan kepala BKD. Sebaliknya, memerintahkan Deni untuk pasang badan dengan mengakui hanya dia sendiri pelakunya, untuk membebaskan sekitar 10 alumni IPDN angkatan XXIX lainnya dalam kasus penganiayaan itu,” ucap dia.
Helman memprediksi, para senior akan kembali memainkan pola yang pernah dilakukan beberapa tahun silam saat ada salah satu alumni IPDN tersangkut perkara korupsi.
“Polanya sama. Diminta pasang badan, diurus kebutuhan keluarganya sampai dia selesai menjalani hukuman. Dan tetap menjadi PNS, bahkan orang itu sekarang memegang jabatan eselon III pada salah satu OPD di lingkungan Pemprov Lampung,” lanjut Helman.
Karena memahami pola “penyelamatan” seperti itu, ia mengaku pesimis ada tersangka lain nantinya dalam peristiwa penganiayaan di BKD Lampung. Apalagi beredar kabar, salah satu petinggi pemprov telah “berkoordinasi” dengan pejabat penting yang anak buahnya sedang menelisik kasus ini.
Terlepas dari itu, ternyata ada sisi lain dari tragedi kemanusiaan tersebut. Ada unsur kekesalan dan balas dendam yang menjadi motifnya.
Menurut penelusuran, aksi kekerasan yang dilakukan Deni RZ diikuti sekitar 10 alumni IPDN angkatan XXIX kepada juniornya; Ahmad Farhan, Noval, Hafis, Berlian, dan Tarek tersebut, dilatarbelakangi pengalaman saat mereka masih menjadi siswa di Kampus Jatinangor.
Diketahui, ada enam alumni IPDN angkatan XXX asal Lampung yang selama menjalani pendidikan bisa dibilang layaknya “Anak Raja”. Yang tidak tersentuh walau melakukan pelanggaran. Kalau pun mereka melakukan pelanggaran, sangat jarang diberikan hukuman layaknya siswa lain.
Perlakuan istimewa ini tentu saja menimbulkan kecemburuan. Bukan hanya sesama angkatan XXX, tetapi juga pada seniornya dari angkatan XXIX.
Nah, saat enam alumni IPDN angkatan XXX itu datang ke BKD, pada hari Selasa (8/8/2023), setelah secara resmi kontingen ini diterima pada Minggu (6/8/2023) malam, para senior yang cemburu atas perlakuan bak “Anak Raja” selama mengikuti pendidikan kepada enam orang tersebut, merasa memiliki kesempatan melampiaskan kekesalannya. Disinilah adanya unsur balas dendam.
Seperti yang diuraikan Kepala BKD, Meiry Harika Sari, saat RDP dengan Komisi I DPRD Lampung, Selasa (15/8/2023), seusai mendapat pengarahan dari para senior, enam alumni IPDN yang baru lulus itu “ditepikan” ke salah satu ruangan di kantor BKD. Namun karena salah satunya perempuan, maka ia dipersilakan untuk pulang duluan.
Saat itu, selain Deni RZ, ada beberapa alumni IPDN angkatan XXIX di tempat kejadian perkara dan melakukan penganiayaan disertai penutupan mata itu. Diantaranya G, H, IP, dan J. Diperkirakan jumlahnya mencapai 10 orang.
Akibat aksi penganiayaan, jatuhlah korban. Ahmad Farhan harus menjalani perawatan intensif beberapa hari di RSUAM Tanjungkarang, dan berujung dengan dilaporkannya peristiwa ini kepada pihak berwenang.
Sesungguhnya, bukan hanya Farhan yang ke RSUAM. Noval yang disebut-sebut sebagai putra Kepala Dinas PU Tubaba, Iwan Mursalin, juga sempat memeriksakandirinya ke rumah sakit plat merah itu. Tetapi ia tidak dirawat seperti Ahmad Farhan.
Bagaimana bisa enam alumni IPDN angkatan XXX itu bak “Anak Raja” selama di Kampus Jatinangor yang dikenal “seram”? Semua berawal dari adanya pihak yang “menenteng” mereka hingga masuk ke sekolah kepemerintahan tersebut.
Di Lampung ada beberapa “senior” yang disebut-sebut mampu “mengatur” di Kampus Jatinangor. Salah satunya adalah AZ. Informasinya, keenam “Anak Raja” itu merupakan “binaannya”.
AZ yang kabarnya sejak beberapa tahun ini mengajar di Kampus IPDN, diketahui “marah besar” setelah binaannya dianiaya oleh para senior sesampainya di Lampung. Apalagi, Farhan merupakan keponakan kandungnya.
Sayangnya, permintaan konfirmasi mengenai perannya yang disebut-sebut sebagai pembina utama para “Anak Raja”, belum ditanggapi. Nomor ponselnya meski aktif, tidak pernah diangkat. Permohonan klarifikasi melalui WhatsApp juga tidak dibaca.
Sebuah sumber menjelaskan, AZ memang sengaja “mematikan komunikasi” karena ia menghindar dari banyaknya senior yang mendesak agar keponakannya mau mencabut laporan ke Polresta Bandar Lampung.
Terkait kasus ini, Komisi I DPRD Lampung telah menyatakan dukungannya agar perkara di kantor BKD diselesaikan melalui jalur hukum.
Benarkah hanya Deni RZ yang melakukan penganiayaan? “Menurut pengakuannya (Deni, red), yang melakukan ya hanya tunggal, yaitu si Deni saja,” tegas Sekretaris Komisi I DPRD Lampung, I Made Suarjaya, SH, MH.
Politisi asal Partai Gerindra ini menjelaskan, Inspektur Lampung, Fredy SM, membenarkan bila saat diperiksa tim Inspektorat, Deni RZ mengakui telah melakukan pemukulan, dan hanya dia sendiri. Sementara anggota Komisi I DPRD Lampung, Budiman AS, menyatakan, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I, Kepala BKD mengemukakan bila yang dilakukan para senior kepada lima alumni IPDN angkatan XXX merupakan bagian dari pembinaan dan sudah menjadi tradisi mereka yang dididik di IPDN.
“Persoalannya, apakah tradisi itu tetap berlaku saat yang bersangkutan telah lulus dan masuk ke lingkungan birokrasi, ini yang akan kami dalami. Kalau tradisi di suatu lembaga terus dilegalkan begitu saja di tempat yang lain, tentu kurang tepat,” urai politisi asal Partai Demokrat itu.
Guna mendalami apakah tradisi khas IPDN itu bisa dilakukan saat mereka mulai masuk ke lingkungan pemerintahan, Budiman mengemukakan, bisa saja Komisi I akan mendatangi Kampus Jatinangor untuk meminta penjelasan secara detail mengenai batasan pembinaan bagi para alumni sekolah tinggi kepramongprajaan.
“Kita ingin soal tradisi pembinaan khas IPDN ini jelas batasannya, sehingga ke depan tidak terulang peristiwa seperti sekarang,” lanjut Budiman AS.
Mantan Ketua DPRD Kota Bandar Lampung ini mengapresiasi langkah cepat dan tegas Gubernur Arinal yang mencopot Deni RZ sebagai Kabid Mutasi di BKD Lampung.
“Untuk selanjutnya, kita semua mendukung dilakukannya penegakan hukum yang saat ini masih berproses di Polresta Bandar Lampung,” Budiman menambahkan.
Mengenai adanya pengakuan Deni RZ jika hanya dirinya yang melakukan pemukulan seperti yang disampaikan kepada tim pemeriksa Inspektorat, Budiman meyakini, aparat Polresta memiliki cara sendiri untuk mencari benar tidaknya pengakuan Deni.
“Kita percayakan saja penyelesaian perkara di BKD ini kepada APH. Mereka profesional dalam menjalankan tugas selaku penegak hukum,” ucap Budiman. (ask)